Selasa, 19 November 2013

PERAN KARYA SENI GRAFFITI SEBAGAI MEDIA KRITIK PEMERINTAH

September 15, 2012 by spidolterbang


 

Secara umum, definisi seni tidak dapat diukur dan dibatasi secara mutlak. Definisi tersebut mengacu pada tidak adanya standar resmi untuk menetapkan suatu karya termasuk dalam kategori seni atau bukan. Ada banyak definisi dari beberapa tokoh dunia dan Indonesia. Menurut Ki Hajar Dewantara, seni adalah segala perbuatan manusia yang timbul dan bersifat indah, menyenangkan, dan dapat menggerakan jiwa manusia. Sedangkan menurut J.J Hogman, seni adalah sesuatu yang memiliki unsur idea, activities, dan artifacts.

Graffiti merupakan salah satu cabang seni yang dapat dinikmati dengan cara visual. Graffiti adalah coretan-coretan yang biasanya menggunakan tembok sebagai medianya dengan berisikan tulisan, simbol, atau kalimat yang di dalamnya terdapat perpaduan unsur garis, warna, bentuk, dan volume. Namun tidak menutup kemungkinan graffiti yang semakin berkembang menggunakan media lain seperti kendaraan untuk lembar kerja ekspresi seni.

Menilik pada sejarah graffiti, dahulu digunakan pada zaman Romawi sebagai media kritik atas ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan. Tulisan-tulisan tersebut di tempatkan pada tembok bangunan kosong dan dinilai strategis sehingga dapat dibaca oleh banyak orang. Graffiti tersebut bahkan sudah ada sejak zaman batu yang berfungsi untuk mengkomunikasikan perburuan pada suatu kelompok manusia primitif. Dengan menggunakan batu kapur, manusia primitif menggambarkan simbol hewan buruannya secara sederhana.

Fungsi graffiti dapat dikerucutkan menjadi beberapa hal yang sama walau berasal dari zaman yang berbeda. Fungsi inilah yang melatarbelakangi munculnya graffiti. Fungsi graffiti yang pertama adalah sebagai sarana ekspresi tentang ketakutan atau ketidakpuasan terhadap kondisi politik sosial yang ada. Kedua adalah sebagai wujud penyampaian pesan, pemberontakan, dan bahasa rahasia untuk menunjukan eksistensi dari suatu kelompok tertentu.

Salah satu bentuk graffiti yang menjadi perhatian penulis adalah “Menolak Lupa” dan “Antara Ada dan Tiada”. Graffiti tersebut dapat ditemukan di wilayah Kota Yogyakarta. Menolak lupa adalah judul untuk propaganda bahwa masyarakat tidak ingin melupakan sosok Munir. Munir tewas diatas pesawat Garuda Indonesia dalam perjalanan ke Belanda pada 7 September 2004 lalu, hasil otopsi menemukan racun arsenik dalam tubuh Munir (BBC Indonesia, 6 September 2012). Pembunuhan terencana yang dilakukan pada Munir tidak mendapat tanggapan serius dan hilang tanpa ada titik terang. Pesan itulah yang ingin disampaikan oleh bomber (pembuat graffiti) melalui gambar hitam putih berbentuk siluet wajah Munir dan bertuliskan menolak lupa. Kelemahan dari graffiti ini adalah tanpa adanya pengetahuan dari reader tentang siapa gambar tersebut, pesan dari graffiti ini tidak mungkin sampai. Tingkat pendidikan juga berpengaruh pada ketercapaian pesan ini dengan cara analisis gambar.

Berbeda dengan Menolak Lupa, graffiti lainnya bertuliskan Antara Ada Dan Tiada, sebuah siluet wajah dari Wakil Presiden Indonesia, Boediono. Berisikan pesan bahwa masyarakat kehilangan Boediono, tidak pernah ada di media untuk menyampaikan pesan pada masyarakat, walaupun pada kenyataannya berdasarkan surat keputusan, Wakil Presiden Indonesia adalah Boediono. Pada lukisan tersebut terdapat sebuah “tanda tanya” pada salah satu kerah baju, tempat dimana biasanya tanda jabatan melekat disana. Kelemahan dari graffiti ini adalah ambiguitas yang mungkin dilakukan pembaca. Gambar yang ada adalah Boediono, dan dibawahnya terdapat tulisan “Antara Ada dan Tiada”. Pembaca yang salah bisa saja mendefinisikan bahwa Boediono sedang berkata “Antara Ada dan Tiada”. Missunderstanding yang demikian dapat dipastikan tidak mendapat pesan yang dimaksud karena dinilai ambigu.

Menempatkan graffiti pada tempat yang dinilai strategis seperti trafficlight, pos becak, dan tempat-tempat umum lainnya akan membuat graffiti ini banyak dilihat orang. Namun, butuh pemahaman ganda untuk dapat mendefinisikan apa maksud dari bomber tersebut. Tidak semua orang paham dengan pesan yang hanya diwakili beberapa kata saja, butuh pengetahuan lebih dan wawasan yang luas untuk bisa “benar” dalam menangkap pesan menolak lupa dan antara ada dan tiada.

Graffiti khususnya menolak lupa dan antara ada dan tiada, memuat pesan khusus dan mengandung substansi dari iklan. Substansi tersebut meliputi tingkat effektifitas penggunaan kata dan adanya pengulangan di beberapa tempat yang berbeda. Dengan pengulangan, masyarakat dapat familiar dengan graffiti. Dengan kata yang sedikit dan mampu mewakili pesan yang terkandung adalah suatu seni tersendiri dalam dunia komunikasi. Namun, tidak menutup kemungkinan membuat sebuah kelemahan yang disebuat ambiguitas. Dengan demikian, graffiti ini mampu memberikan informasi tentang apa yang sebenarnya terjadi dan menyampaikan pesan dengan benar dan efektif.

Unsur yang paling penting dalam komunikasi bukan sekedar pada apa yang kita tulis atau kita katakan, tetapi pada karakter kita dan bagaimana kita menyampaikan pesan kepada penerima pesan. Jika kata-kata ataupun tulisan kita dibangun dari teknik hubungan manusia yang dangkal (etika kepribadian), bukan dari diri kita yang paling dalam (etika karakter), orang lain akan melihat atau membaca sikap kita. Jadi syarat utama dalam komunikasi efektif adalah karakter yang kokoh yang dibangun dari fondasi integritas pribadi yang kuat (Prijosaksono dan Sembel, 2002).

Antara ada dan tiada ternyata mendapat tanggapan serius dari oknum tak dikenal, berdasarkan sumber dari salah satu web bomber. Banyak graffiti yang dengan sengaja ditutup dengan tempelan koran pada gambar maupun tulisan. Hal ini merupakan hal yang menarik. Sebuah graffiti sederhana mampu membuat aksi pro dan kontra.

Graffiti mampu memberikan perannya sebagai media kritik atas permasalahan sosial politik di Indonesia. Terbukti dengan kritik yang disampaikan, mendapat tanggapan dengan aksi menutup dengan tempelan koran sebagai wujud tidak setuju dengan pernyataan pada graffiti. Seni yang bukan hanya sebagai media hiburan namun mampu mengubah sudut pandang tentang suatu permasalahan. Menentukan benar atau salah adalah hak dari pembaca, sehingga peran dari karya seni ini hanya mampu sekadar mengekspresikan diri dan kembali kepada keputusan masing masing pembaca. 


Sumber: http://spidolterbang.wordpress.com/2012/09/15/peran-karya-seni-graffiti-sebagai-media-kritik-pemerintah-bridgingcourse04/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar